Mesjid Baiturrahman Banda Aceh, dulu. |
Salah
satu dayah salafi yang beranjak moderen adalah Lembaga Pendidikan Islam
Ma’hadal`Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya ( LPI MUDI MESRA) Samalanga
berlokasi di Desa Mideun Jok, Kemukiman Mesjid Raya, Kecamatan Samalanga.
Dayah
ini sudah berdiri sejak masa Iskandar Muda, seiring dengan pembangunan Mesjid
Raya yang Pimpinan pesantren pertama dikenal dengan nama Faqeh Abdul Gani
sekitar tahun 1900-an. Namun tidak diketahui pasti tahun berapa pesantren itu
didirikan.
Dari
catatan sejarah diketahui pada tahun 1927 pesantren tersebut dipimpin oleh Al
Mukkaram, Tgk H Syihabuddin Bin Idris. Santri yang belajar di sana sekitar 150
orang, yaitu 100 orang santri pria dan 50 orang santri wanita. Mereka diasuh
oleh 5 orang tenaga pengajar laki-laki dan 2 orang guru puteri. Saat itu
bangunan asrama untuk menampung para santri berupa barak-barak darurat yang
terbuat dari batang bambu dan beratap rumbia.
Setelah
Tgk H Syihabuddin Bin Idris wafat pada tahun 1937, pimpinan pesantren
dipercayakan kepada Tgk H Hanafiah Bin Abbas, yang merupakan adik ipar dari Tgk
Syihabuddin. Di masa kepemimpinan Tgk H Hanafiah, jumlah santri pesantren
sedikit meningkat, yaitu menjadi 150 orang santri pria dan 50 orang santri
wanita.
Sementara
kondisi fisik asrama belum berubah,
masih berupa barak-barak darurat. Pada saat Tgk Hanafiah, yang dikenal dengan
gelar Tgk Abi, menunaikan ibadah haji dan memperdalama ilmunya di sana selama
dua tahun, pesantren sempat dipimpin oleh Tgk M.Shaleh.
Pada
tahun 1964, pesantren Mudi Mesra dipimpin oleh Tgk H Abdul Aziz Bin Tgk M
Shaleh, yang digelar Abon. Abon sendiri merupakan menantu dari Tgk Hanafiah dan
juga murid dari Abuya Muda Wali, pimpinan pesantren Bustanul Muhaqqiqien
Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan.
Di
bawah kepemimpinan Abon, pesantren Mudi Mesra semakin bertambah banyak
santrinya, terutama dari Aceh dan Sumatera. Pembangunan asrama pun mulai
berkembang dari barak-barak darurat menjadi asrama semi permanen berlantai dua,
kemudian dibangun lagi asrama permanen tiga lantai. Asrama putri berlantai dua
sanggup menampung 150 orang santri di lantai atas. Sementara lantai bawahnya
digunakan sebagai mushalla.
Melalui
hasil kesepakatan para alumni dan masyarakat, setelah Tgk H Abdul Aziz wafat pada tahun 1989, pimpinan
pesantren dipegang oleh Tgk H Hasanoel Bashry Bin H Gadeng. Tgk Hasanoel adalah
menantu Abon, yang juga alumni pesantren tersebut. Saat ini Pesantren Mudi Mesra semakin berkembang pesat. Jumlah
santrinya menjadi 2193 orang, terdiri dari 1462 santri lelaki dan 731 santri
wanita.
Metode
pengajaran dan pendidikan di dayah tersebut terdiri dari Ibtidayah, Tsanawiyah,
Aliyah dan takhassus, yang masih-masing lamanya dua tahu. Kurikulum
dikonsentrasikan pada Tafsir, Hadist, Fiqh, Usul Fiqh, Kalam, dakwah dan materi
lain yang berhubungan dengan kebutuhan belajar dan penunjang ketrampilan hidup
mandiri dan pengembangan masyarakat.
Kegiatan
ekstra kulikuler, kursus dan ketrampilan yang diajarkan di pesantren tersebut
antara lain, kursus komputer, mengetik, menjahit dan bordir, tata boga,
ketrampilan, bahasa Inggris dan Arab, pertukangan, pertanian dan kelompok
belajar Paket B setara SLTP.
Dayah
Mudi Mesra juga telah menjalin kerjasama
dengan pukesmas bidang pesantren dalam rangka memberantas penyakit demam berdarah
dan diare dengan cara melaksanakan amal sehat, gizi, kesehatan lingkungan,
penyuluhan kesehatan masyarakat di setiap desa.
Sedangkan
di bidang perekonomian, Mudi Mesra telah
membentuk suatu badan usaha koperasi dengan nama kopontren Al-Barkah sejak tahun
1982, yang bergerak di bidang Waserda, kantin dan simpan pinjam. Dayah ini
secara intens melakukan pembinaan alumni-alumninya sehingga hubungan pesantren
induk dengan pesantren alumninya terjalin secara efektif baik visi dan misinya.
Mudi
Mesra hingga sekarang telah banyak menghasilkan alumni yang sebagian dari
mereka ada yang melanjutkan studinya baik di dalam maupun luar negeri. Ada juga
yang sudah bekerja di instansi pemerintah, wiraswasta. Banyak juga yang
mendirikan pesantren di daerah masing-masing yang saat ini mencapai 159
pesantren yang tersebar di daerah Aceh dan luar Aceh.
Seperti
Tgk H Usman Ali atau yang lebih dikenal dengan Abu Kuta Krueng, yang mendirikan
pesantren Darul Munawarah di Desa Kuta Krueng, kecamatan Bandar Dua kabupaten
Pidie. Tgk H Ghazali Muhammad Syam, pesantren Syamsyudh Dhuha di Desa Cot
Murong, Kecamatan Dewantara, kabupaten Aceh Utara. Tgk H Muhammad Daud Ahmad, pesantren Darul Huda,
di Desa Lueng Angen, Kecamatan Tanoh
Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara. Tgk H Ibrahim Bardan atau yang lebih
dikenal dengan Abu Panton, memimpin pesantren Malikul Saleh, di Desa Rawa
Iteik, Panton Labu, Aceh Utara. Tgk Nuruzzahri atau Waled Nu mendirikan
pesantren Ummul Ayman di Desa Gampong Putoh, Kecamatan Samalanga, Bireuen.
Alumni
Mudi Mesra juga ada yang mendirikan pesantren di luar Aceh, seperti Drs. K.H.
Anwar Ulumuddin Daud, pesantren Darussalam Muttaqim di desa Kedaton, Bandar
Lampung, Provinsi Lampung. Tgk Marzuki AG, mendirikan pesantren Mudi Mekar di
Kampung Panahan, Pondok Gede, Jakarta. Dan ada juga di beberapa daerah lainnya
di luar Aceh bahkan sampai di luar negeri.
Ciri
khas pesantren Mudi mesra yaitu kepemimpinan yang kolektif yang dilandasi oleh
panca jiwa pesantren/ruhul Ma’had yaitu keiklasan, kesederhanaan, berdikari,
ukhuwah Islamiyah dan kebebasan. Panca jiwa tersebut menjadi spirit segala
aktivitas, perjuangan dan perngorbanan di dayah dilakukan olen seluruh komponen personilnya. Ini terlihat
dalam pengelolaan dayah mulai dari badan wakaf, pimpinan, majelis guru, dewan
guru, seluruh pengurus dan seluruh santriwan/santriwati.
Para
anak didik berada dalam suasana pendidikan asarama yang religius selama 24 jam.
Mereka secara rutin dan kontinyu dibekali dengan ilmu agama yang merupakan
kurikulum pendidikan. Di samping itu juga dibekali dengan ilmu-ilmu ketrampilan
umum sebagai bekal keahlian mereka dalam lapangan kehidupan.
Saat
ini jumlah tenaga guru pendidik pada Dayah Mudi Mesra sebanyak 349 orang guru,
dimana 234 guru tetap dan 115 guru cadangan, yang terdiri dari 289 guru
laki-laki dan 60 orang perempuan. Keseluruhan guru yang mengajar di pesantren
Mudi Mesra merupakan alumni dari pesantren itu sendiri yang telah menguasai dan
menjiwai nilai dan sunnah pesantren tersebut.
Dari
jumlah santri sebanyak 2.193 orang, 144 diantaranya baru hanya tamatan SD. Bagi
santri yang tamatan SD diupayakan untuk melanjutkan pendidikan formal melalui
kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait melalui Kelompok Belajar (Kejar) Paket
B, yang setara dengan SLTP sebanyak 80 orang santri.
Pesantren
Mudi Mesra melalui yayasan Pendidikan Islam Al-Aziziyah telah mendirikan
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aziziyah . Pada tahun pertama diikuti oleh
170 orang santri, tahun kedua 80 orang santri dan tahun ketiga sekarang ini
diikuti 95 orang santri.
Dayah Darusalam Al Waliyah
Darussalam
Al-Waliyah merupakan salah satu dayah ternama di Aceh. Dipimpin secara turun
temurun oleh keturunan Abuya Syeh H Muda Waly Al Khalidy. Kini menampung
sekitar 900 santri dari berbagai daerah di nusantara.
Dayah
ini terletak sekitar 50 kilo meter arah barat Kota Tapak Tuan tepatnya di Desa
Blang Poroh, Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan berdiri Pesantren Darussalam
Al Waliyah. Untuk menuju ke pesantren itu sangat mudah, bisa menggunakan jalan
darat maupun laut, karena letaknya sangat strategis dan mudah dijangkau
transportasi.
Pesantren
itu didirikan pada tahun 1939 oleh Abuya Syeh H Muda Waly Al-Khalidi, putra
dari Tgk H Muhammad Salim Bin Malim Pinto, setelah ia kembali menuntut ilmu di
Padang, Sumatera Barat dan Jazirah Arab. Dari Padang ia kembali ke Desa Blang
Poroh, Labuhan haji, Aceh Selatan dengan menggunakan perahu layar.
Sampai
di kampung halamannya ia pun mendirikan sebuah pesantren. Bangunan surau
berlantai dua yang dibangun ayahnya kemudian dimanfaatkan Muda Wali sebagai
pesantren yang diberi nama Darussalam. Pesantren itu dipimpin secara turun
temurun.
Kata
Al-Waliyah ditambah pana nama pesantren itu ketika dipimpin oleh Abuya Prof
Muhibuddin Wali, yang kemudian diikuti oleh pesantren lainnya di Aceh. Al
Waliyah berasal dari tarekat naksyabandiyah.
Kemudian
Darussalam Al Waliyah secara perlahan – lahan dikenal oleh masyarakat luar
sehingga berdatangan para santri-santri dari berbagai daerah untuk menuntut ilmu disana. Sampai kini di
lambaga pendidikan agama itu telah lahir ulama-ulama terkenal diantaranya: Abu
Abdul Aziz Samalanga, Abu Abdullah Tanoh Mirah, Abu Tumin Blang Bladeh, Abu
Adnan Bakongan serta beberapa ulama terkenal lainnya di Aceh.
Pada
11 Syawal 1328 atau 28 Maret 1961 M, Abuya Syeh Muda Wali meninggal dunia.
Kemudian secara turun temurun pesantren itu dipimpin oleh anak-anaknya. Sebagai
penggantinya yang pertama diangkat Abuya Prof Dr Muhibuddin Wali. Kemudian
dilanjutkan oleh Abuya K H Djamaluddin Wali.
Berhubung
Abuya KH Djamaluddin Waly terpilih sebagai anggota DPR RI di Jakarta maka
tampuk pimpinan pesantren diserahkan kepada adiknya, Abuya Amran Waly, yang
dikenal sebagai Pimpinan majelis tauhid tasawuf. Ia memimpin pesantren itu
selama 11 tahun.
Setelah
itu dipimpin oleh Abuya Amran Waly. Setelah itu dialnjutkan oleh Abuya Nasir
Waly yang sekarang menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU)
Kabupaten Aceh Barat. Ia juga memimpin Pesantren serambi mekah di Meulaboh,
Aceh Barat.
Sementara
pesantren Darussalam Al-Waliyah kemudian diserahkan kepada Abuya Mawardi Wali. Kemudian sejak tahun 2000
dipimpin oleh Abuya Ruslan Waly. Di bawah kepemimpinannya, areal rawa-rawa di
samping pesantren ditimbun dan dibangun bangunan-bangunan penunjang pendidikan
dayah. Kini pesantren itu memiliki lebih kurang 900 santri yang berasal dari
seluruh daerah di nusantara. Untuk proses belajar mengajar didukung oleh 40
orang tenaga pengajar yang berasal dari dalam maupun luar Aceh.
Beberapa
pengajar itu diantaranya, Tgk Erwin Syah dari Manado, Sulawesi Utara, Tgk
Abdurrahman Matang dari Bireuen, Tgk Ramazali dari Aceh Barat, Tgk Taufik Al
Fakir dari Aceh Besar, Tgk Alfata dari Aceh Selatan, Tgk Jailani dari Bireuen,
Tgk Syuib dari Pidie, Tgk Ibrahim dari Aceh Timur, Tgk Idris dari Aceh
Tenggara.
Berbagai
disiplin ilmu diajarkan di pesantren itu baik ilmu figih, tauhid dan tasawuf
dari berbagai kitab, mulai dari kitab matan taqrib, Al- mahalli, tuhfah, kitab
matan sanusi, ummul barahain, taisir Akhlak, ihya `ulumuddin. Disamping para
santri mempelajari kitab kuning didalam
mazhab syafi`i khususnya santri juga tidak tertinggal pengetahuan umum
seperti les komputer dab lain sebagainya.
Untuk
teraturnya ruang lingkup para santri, pesantren Darussalam membagi tempat
tinggal santri dalam 7 Qabilah ( Kelompok ), dimana masing – masing kabilah
berasal dari daerah yang berbeda-beda. Ke 7 Qabilah itu adalah : Qabilah
Darulmu`alla yang mana qabilah ini santri nya berasal dari Aceh utara, Qabilah
Tunas muda berasal dari Aceh utara dan Aceh timur, Qabilah Syamfat ( Syamsul
fata ) berasal dari Aceh Pidie, Qabilah Muchlisin berasal dari Aceh tenggara,
Aceh tengah , gayo lues dan bener meriah.Qabilah Maspudi dari Aceh Barat , Aceh
jaya dan nagan raya. Qabilah Asyyatul qubra dari Aceh besar dan kota banda
Aceh.Qabilah permata dari Aceh Selatan, Aceh barat daya, singkil dan Simeulu.[Iskandar Norman]
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Sejarah Aceh
dengan judul Dayah di Aceh. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://acehsky.blogspot.com/2012/08/dayah-di-aceh.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown - Rabu, 01 Agustus 2012