Total Tayangan Halaman

Hak Cipta AcehSky (2012). Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Indra Patra Sebuah Riwayat Patriotik

Benteng Indra Patra merupakan salah satu situs sejarah Aceh. Sampai kini masih banyak wisatawan lokal yang berkunjung ke daerah tersebut, meski kondisi benteng yang terletak di Desa Lamdong, Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar tersebut sudah sangat memprihatinkan.


Menuju ke lokasi benteng tidak lah begitu sulit, jika Anda berada di Banda Aceh, dapat mengendarai sepeda motor atau mobil kearah Krueng Raya melewati Ujong Batee, dan berhenti didesa Lamdong, selanjutnya papan penunjuk arah yang menjelaskan di mana lokasi benteng dapat memudahkan Anda ke sana.

Namun bagi yang tidak memiliki kendaraan jangan khawatir, Anda bisa naik kendaraan umum yang menuju Krueng Raya lalu kemudian berhenti di Lamdong untuk selanjutnya berjalan kaki melewati lorong menuju benteng. Walaupun lumayan jauh, ketika sampai di lokasi, pemandangan Selat Malaka dari atas benteng sedikit bisa mengurangi rasa lelah Anda. Di jalan tak banyak warga yang lalu-lalang. Hanya beberapa pelancong, tampak sesekali terlihat melintas.

Begitu memasuki kawasan benteng, dua buah gerbang masuk akan menanti Anda. Sebuah pos jaga yang berada di sebelah kanan gerbang terlihat berdiri kokoh. Begitupun tak terlihat ada petugas yang berjaga disana.

Menurut cerita, Benteng Indra Patra dibangun oleh keturunan Raja Harsya dari India Selatan pada 604 Masehi. Semula bangunan ini merupakan tempat tinggal keluarga raja dan digunakan untuk kegiatan ritual. Namun, ketika pasukan Iskandar Muda merebutnya dari Portugis, peninggalan kerajaan Hindu tersebut berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan senjata, seperti meriam dan bedil.

Begitupun, ada sumber lain yang menyebutkan bahwa benteng ini dibangun pada masa Kesultanan Aceh Darussalam dalam upaya menahan serangan Portugis. Karena menurut sejarah, benteng pertahanan yang terletak di pinggir pantai adalah pertahanan utama sebuah daerah atau kerajaan. Jika benteng di pinggir pantai sudah dikuasai musuh, otomatis daerah atau kerajaan tersebut dengan mudah dapat dikuasai oleh musuh. Bagaimanapun benteng ini sangatlah besar fungsinya pada jaman Sultan Iskandar Muda yang angkatan lautnya, pada waktu itu, dipimpin oleh Laksamana Malahayati.

Malahayati, adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Pada tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV. Pada tanggal 11 September 1599, Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah tewas) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda sekaligus berhasil membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal, sehingga kemudian ia mendapatkan gelar Laksamana untuk keberaniannya ini.

Seperti juga makam Syiah Kuala, benteng yang terbuat dari semen dan batu sungai ini terletak di bibir pantai Selat Malaka. Tinggi masing-masing benteng sekitar enam meter. Didalam komplek benteng terdapat beberapa bangunan yang semuanya juga terbuat dari batu, diantaranya ada bangunan yang berupa persegi. Konon, bangunan tersebut digunakan sebagai tempat berunding atau rapat.

Yang menarik, ada sebuah bangunan menyerupai kolam terletak persis di bawah sebuah pohon besar, bangunan tersebut menyerupai bathtub untuk tempat mandi. Yang membedakan hanya ukurannya yang lebih rendah dan terbuat dari batu. Menurut cerita juga, tempat tersebut dulunya digunakan sebagai tempat untuk mandi.

Pada 26 Desember 2004 silam, bencana gempa dan tsunami turut menghempaskan sebagian bangunan benteng yang memang sudah tergerus dimakan waktu. Seperti yang terlihat di beberapa sudut komplek, onggokan batu yang sudah tidak berwujud dibiarkan berserakan. Hingga kini belum terlihat adanya niat dari dinas terkait untuk memugar bangunan benteng yang di seluruh permukaannya telah berlumut itu.

Hanya itu sajakah? Nanti dulu, banyaknya sampah yang berserakan, mulai dari plastik, pakaian bekas hingga maaf pembalut wanita turut menjadikan benteng ini semakin tak terawat serta mengurangi nilai historis yang terkandung di dalamnya.

Dulu ketika Aceh masih menjadi daerah konflik, para wisatawan lokal yang berkunjung kesana bisa dihitung dengan jari, akan tetapi setelah kesepakatan damai pemerintah Indonesia-GAM, dan perdamaian pun berangsur-angsur pulih, benteng tersebut kembali ramai dikunjungi.[Iskandar Norman/pm]
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Sejarah Aceh dengan judul Indra Patra Sebuah Riwayat Patriotik. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://acehsky.blogspot.com/2012/06/indra-patra-sebuah-riwayat-patriotik.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - Jumat, 29 Juni 2012