Total Tayangan Halaman

Hak Cipta AcehSky (2012). Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Tipu Aceh ala Teuku Umar

Teuku Umar

Ia pernah dikecam karena membelot dari perjuangan rakyat Aceh dengan membantu Belanda. Ternyata apa yang dilakukannya hanyalah praktik tipu-tipu yang dikenal dengan tipu Aceh.


Teuku Umar lahir di Meulaboh, Aceh Barat pada tahun 1854. Ayahnya yang bernama Achmad Mahmud merupakan salah seorang Ulee Balang di Meulaboh. Masa kecilnya Teuku Umar dikenal sebagai anak yang nakal tapi cerdas. Dia sangat suka berkelahi dengan teman sepermainannya. Karena itu pula ia diangkat sebagai kepala kelompok anak muda di kampungnya.

Menginjak masa remaja sifat Teuku Umar mulai berubah. Wataknya yang keras membuat dirinya ingin terjun dalam kancah perang melawan Belanda. Padahal saat perang Aceh dengan Belanda meletus pada tahun 1873 Teuku Umar baru berusia 19 tahun. Karena usianya yang masih muda itu pula ia tidak diikutsertakan dalam perang, meski ia seorang ketua kelompok pemuda di daerah Daya, Meulaboh.


Meskipun demikia ia selalu terlibat memberikan latihan-latihan perang kepada pemuda-pemuda kampung calon prajurit. Selain itu ia juga sibuk menghubungi para pemimpin rakyat lainnya untuk diajak berunding mempersiapkan siasat perang melawan Belanda.

Dalam pertemuan itu, ia mengatakan harus ada satu orang saja yang akan dijadikan pemimpin para gerilayawan yang akan menentukan waktu dan tempat perang yang akan digelar. Perundingan bersama pemimpin gerilyawan itu kemudian sepakat untuk mengangkat Nanta Setia sebagai pimpinan tinggi dalam perjauangan melawan Belanda.

Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sopiah, anak Ulee Balang Glumpang. Setelah menikah ia semakin disegani karena watak kerasnya yang tidak gampang menyerah dalam berbagai persoalan. Untuk menaikkan derajatnya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, putri seorang Panglima sagi XXV mukim. Dari pernikahan kedua inilah Umar muda kemudian mendapat gelar Teuku.

Karena menikah dengan anak seorang panglima, Teuku Umar pun semakin akrab dengan persoalan perang, sampai akhirnya ia menjadi salah seorang pemimpin gerilyawan. Ia memang tidak pernah memperoleh pendidikan sekolah seperti pemimpin-pemimpin gerilyawan Aceh lainnya, tapi karena disipilin dan watak kerasnya ia daapt menjadi yang cakap. Ia bersama kelompoknya sering melakukan penyerangan-pemnyerangan terhadap apsukan Belanda. Karena kesuksesannya itu, ia menjadi buah bibir dan semakin disegani.

Pada tahun 1878, salah seorang panglima pemimpin gerilyawan Aceh, Tgk Ibrahim Lam Nga, suaminya Cut Nyak Dhien gugur dalam sebuah pertempuran dengan pasukan Belanda. Berita itu tersebar ke seluruh pelosok Aceh. Sejak saat itulah Teuku Umar menaruh perhatian khusus kepada Cut Nyak Dhien yang gigih melanjutkan perjuangan menentang Belanda, meski suaminya telah tewas.

Ketegasan dan ketabahan Cut Nyak Dhien dalam perang melawan Belanda membuat hati Teuku Umar kepicut. Ia pun melamar Cut Nyak Dhien untuk menjadi istrinya. Awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tapi Teuku Umar tidak menyerah ia akhirnya mampu meluluhkan hati Cut Nyak Dhien untuk menikah dengannya.

Perkawinan Teuku Umar dengan Cut Nyak Dhien kemudian melahirkan seorang abak perempuan yang diberi nama Cut Gambang. Ia lahir disebuah tempat pengungsian yang jauh dari kampung halamannya, karena pada saat itu Teuku Umar sedang memimpin pertempuran melawan Belanda dan rumahnya di Montasik dikuasai oleh Belanda.

Dalam perjalanan perjauangannya, Teuku Umar kemudian memutuskan untuk menyerah kepada Belanda. Sikapnya itu dikecam oleh para pejuang Aceh. Namun ternyata Teuku Umar punya maksud lain. Tak lama kemudian ia membelot dan kembali memimpin perang. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada akhir Maret 1896.

Kejadian itu menjadi pukulan telak bagi Belanda. Teuku Umar pun menjadi target nomor wahit untuk dibunuh. Pasukan marsose yang sebelumnya ditempatkan pada benteng-benteng terpusat pun dikerahkan ke rimba-rimba Aceh untuk mencari gerilyawan Teuku Umar. Karena itu pula marsose kemudian menjadi sangat beringas dan liar. Bukan hanya para gerilyawan Aceh yang menjadi sasaran, masyarakat biasa pun kerap menjadi korban karena menolak memberitahu keberadaan Teuku Umar.

Keberingasan Belanda itu dipicu karena Belanda pernah sangat percaya pada Teuku Umar. Malah kepadanya pemerintah kolonial tersebut memberi gelar Johan Pahlawan dalam suatu upacara resmi di Kutaraja (sekarang Banda Aceh-red) pada 30 September 1893.

Bukan itu saja, Belanda juga melengkapi pasukan Teuku Umar dengan senjata lengkap dengan pelurunya. Senjata-senjata itu pula yang kemudian dibawanya lari ketika ia kembali menentang Belanda. Aksi tipu-tipu gaya Teuku Umar itu menjadi pukulan telak bagi Belanda. Semua orang pun tercengang menyadari menyerahnya Teuku Umar kepada Belanda dulu tak lebih dari siasat tipu Aceh.

Perang terus berkecamuk, pasukan marsose dibawah pimpinan Jendral van Huetz didatangkan langsung dari Batavia (sekarang Jakarta-red) untuk menyerang kelompok Teuku Umar. Kepada Van Huetz gubernur militer Hindia Belanda memerintahkan untuk menangkap Teuku Umar hidup atau mati.

Pada tahun 1899, Belanda melalui seorang cuak (mata-mata-red) berhasil mengetahui keberadaan Teuku Umar dan pasukannya. Ia pun dihadang saat pulang dari Pidie menuju Meulaboh, Aceh Barat melalui pegunungan. Pasukan Belanda yang sudah siaga pun menembaknya dalam perang terbuka di sebuah ketika kelompok Teuku Umar sampai pada sebuah pantai. Dua peluru bersarang di tubuh Teuku Umar.

Pahlawan nasional kelahiran 1854 itu pun roboh. Ia segera dibawa lari oleh Pang Laot, salah seorang panglima perang dalam kelompok gerilyawan Teuku Umar. Dalam keadaan kritis Teuku Umar berkata kepada Pang Laot dan pasukannya. “Beungoh singoh geutanyoe tajep kupi bak keude Meulaboh atawa ulon akan syahid—besok pagi kita minum kopi di Kedai Meulaboh atau saya akan syahid-red.”

Ternyata janji minum kopi bareng itu tidak terwujud, Teuku Umar tewas. Meski sudah meninggal, jenazah Teuku Umar disembunyikan oleh pasukannya. Mula-mula dibawa ke daerah Calang, kemudian ke Batu Putih hingga ke daerah Arongan. Baru setelah Belanda tidak lagi mengejar, jenazah Teuku Umar dimakamkan di Desa Meugoe Rayeuk, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat.[
Iskandar Norman]
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Sejarah Aceh dengan judul Tipu Aceh ala Teuku Umar. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://acehsky.blogspot.com/2012/06/tipu-aceh-ala-teuku-umar.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - Kamis, 28 Juni 2012