Total Tayangan Halaman

Hak Cipta AcehSky (2012). Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Lamuri Sebuah Asal Mula

Riwayat Aceh Besar tak lekang dari Lamuri, kota bandar Kerjaan Indra Purba sebelum kerajaan Aceh Darussalam terbentuk.


Kerajaan Lamuri dipimpin oleh raja-raja dari Dinasti Maharaja (Meurah) Syahir Dauliy. Orang luar (pendatang) menyebutkan dengan Lam Oerit atau Lamuri, terletak dekat Kampung Lam Krak, Kecamatan Suka Makmur sekarang (Teuku Iskandar menyebutkan Lamreh, dekat Krueng Raya).

Menurut sejarawan Aceh, M. Junus Djamil (1972), keberadaan Kerajaan Lamuri dijelaskan dalam Hikayat Raja Masah, Hikayat Syiah Hudan (Teungku Lam Peuneu’euen), riwayat asal usul sukee lhee reutoh, riwayat Putroe Neng (Raja Seudue), serta hasil penelitian Ceng Oi dari Cina pada 1919.

Pada 414 H (1024 M) Lamuri diserang oleh Raja Rajendra Cola Dewa dari India. Menghadapi serangan itu, Lamuri membuat pertahanan di Mampreh. Penduduk negeri itu diungsikan ke Gle Weung. Serangan Raja Rajendra itu pun dapat dipatahkan.

Riwayat perang tersebut disusun dalam Hikayat Prang Raja Kula, yang menyebutkan bahwa setelah perang terjadilah perpecahan karena ada sebagian wilayah yang dicaplok, seperti Indra Jaya/Kerajaan Seudu yang diserang oleh armada China pimpinan Liang Khie dengan Laksamana O Nga.

Beberapa generasi Liang Khie telah menguasai Negeri Seudu/Panton Bie (Cantoli), di antaranya yang terkenal adalah Putri Nian Nio Liang Khie (Putroe Neng). Pada masa Putroe Neng berkuasa, ia melakukan penyerangan ke Lamuri yang saat itu diperintah oleh Maharaja Indra Sakti.

Pada masa itulah datang ke Lamuri rombongan Syeh Abdullah Kan’an yang dikenal sebagai Teungku Lampeu’neuen atau Syiah Hudan, yang membawa ajaran Islam ke daerah tersebut. Syeh berangkat bersama rombongan dari Bayeuen (Peureulak) yang merupakan murid dari Dayah Cot Kala.

Atas izin Maharaja Indra Sakti, rombongan mubaligh itu menetap di daerah Mampreh. Suatu ketika Syiah Hudan menawarkan bantuannya kepada Maharaja Indra Sakti untuk menghadapi serangan Putroe Neng. Tawaran itu diterima dan kelompok Syiah Hudan berperang dengan pasukan Liang Khie. Setelah perang itu dimenangkan oleh Syiah Hudan, Putroe Neng berdamai dengan pihak Syiah Hudan. Karena kemenangan itu, Maharaja Indra Sakti dan rakyatnya kemudian memeluk Islam.

Perjalanan selanjutnya, kerajaan ini runtuh dengan bangkitnya Kerjaan Aceh Darussalam, yang berbilang abad kemudian juga runtuh akibat ekspansi Belanda. Setelah Belanda meninggalkan nusantara dan Indonesia lahir, Provinsi Aceh dibentuk. Dan wilayah bekas Kerajaan Lamuri kini menjadi bagiaan dari Kabupaten Aceh Besar.

Sebelum dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, Kabupaten Aceh Besar merupakan daerah yang terdiri atas tiga kewedanaan, yaitu Kewedanaan Seulimum, Kewedanaan Lhoknga, dan Kewedanaan Sabang. Sejak keluarnya UU tersebut Kabupaten Aceh Besar disahkan menjadi daerah otonom dengan ibukota Banda Aceh yang merupakan wilayah hukum Kotamadya Banda Aceh.

Usaha untuk memisahkan ibukota Kabupaten Aceh Besar dengan Kotamadya Banda Aceh telah dirintis sejak 1969. Saat itu, Indrapuri, lebih kurang 25 kilometer dari Kota Banda Aceh ditawarkan sebagai ibukota Kabupaten Aceh Besar. Namun, tawaran tersebut tidak dapat terwujud.

Selanjutnya, tahun 1976 usaha pemindahan tersebut dilanjutkan lagi. Kemukiman Jantho ditawarkan sebagai calon ibukota. Baru tahun 1979 usaha tersebut terkabulkan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 1979. Setelah keluarnya PP tersebut aktivitas perkantoran secara bertahap dipindahkan ke Kota Jantho. Peresmian ibukota baru tersebut dilakukan oleh Supardjo Rustam, Menteri Dalam Negeri, tanggal 3 Mei 1984.
[Iskandar Norman]
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Sejarah Aceh dengan judul Lamuri Sebuah Asal Mula. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://acehsky.blogspot.com/2012/06/lamuri-sebuah-asal-mula.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - Jumat, 29 Juni 2012